Potret Pertanian Kerajaan Majapahit
Wilayah kerajaan Majapahit yang berada dikawasan sungai Berantas dan gunung berapi membuat lahan diwilayah ini indah nan subur mendorong masyarakat Majapahit membuka lahan untuk pemukiman,lahan pertanian dengan membakar hutan dimana abu hasil pembakaran dijadikan pupuk.Pasca pembukaan hutan masyarakat Majapahit mengolah lahan pertanian dengan menggunakan tehnologi pertanian sederhana terbuat dari bahan pilihan:kayu,besi,bambu sehingga membentuk alat pertanian seperti linggis,cangkul menggali,arit memotomg rumput,bajak membajak sawah dan setelah tanah diolah menjadi lahan pertanian umumnya masyarakat Majapahit mengolah lahan kosong bekas hutan menjadi pemukiman ,perkebunan hutan ,pertanian dengan membagi pertanian menjadi 2 yakni pertanian ladang (tegalan,kebun,pertanian padi gaga,kacang-kacangan) dan pertanian sawah dengan menggunakan sistem pengairan atau irigasi.
Kegiatan pertanian mendapat perhatian besar dari penguasa Majapahit dengan memberi perlindungan para petani terutama soal pemakaian tanah selanjutnya sebagaimana dilansir Priya Purnama dalam Kompasiana tertanggal 25 Juni 2015 penguasa Majapahit juga membangun sarana pertanian untuk pengairan . Sistem pengairan atau irigrasi memang luar biasa tertata dan terorganisir dengan baik menurut Edhie wurjantoro dalam Majalah Arkeologi tahun 1977 penguasa Majapahit membuat bendungan atau dawuhan untuk keperluan pengairan terkenal dengan bendungan batu kusmala sebagaimana dilansir prasasasti Kandangan.
Sistem pengairan masa Majapahit menurut prasasti Jiwu 1486 panghulu banu kemudian dibentuk pejabat yang mengatur pertanian mulai wanua,hulu waras,pangulung padi ,penguasa Majapahit menerapkan bebas pajak berupa sawah,kebun sebagaimana dilansir prasasti Kamalagi tahun 821 M dan Watukura tahun 912 M dan lainnya ,selain membuat prasasti tentang pertanian penguasa majapahit juga menetapkan daerah perdikan dampaknya kesejahteraan petani masa itu merata .
Pada pertemuan agung dihadap oleh segenap aparat pemerintahan, tidak kurang dari penguasa Majapahit sendiri sebagaimqna dilansir Ephyraphycorner.blogspot.comtertanggal 26 Febuary 2014 menganjurkan kepada seluruh rakyat untuk selalu memperhatikan kesuburan sawah, pentingnya memelihara jalan dan jembatan serta berbagai macam tanaman. Dianjurkan pula agar aparat pemerintah mengambil langkah-langkah untuk menghalangi tuan-tuan tanah yang rakus. Sebab jika itu dibiarkan, maka penduduk desa yang tidak bertanah akan meninggalkan desa dan akan menjadi penjaha
Sumber pangan yang menjadi prioritas utama dalam pembangunan pertanian Majapahit adalah beras. Hasil panen dua kali dalam setahun di persawahan Majapahit abad ke-14-ke-15 M adalah bukti tingginya produktivitas pertanian masa itu. Sebagai akibat dari produktivitas pertanian yang tinggi, maka dengan sendirinya Majapahit sanggup menarik kedatangan para pedagang dari berbagai kawasan yang diantaranya Jambudwipa, Kamboja, Cina, Yamana, Campa, Karnata, Goda dan Siam.
Sistem pengairan dimasa Majapahit memang luarbiasa mampu meningkatkan pertanian hingga Majapahit mencapai puncak kejayaan membuat Majapahit menjelma menjadi kerajaan agraris dengan hasil pertanian padi,gandum,kapas, kacang-kacangan,pinang,daun sirih,labu kemudian pengolahan pertanian ada dalam prasasti smgan tambahan dan kitab arjunawiwaha. Hasil pertanian diekspor ,dijual ke pedagang asing dan hasil pertanian tersebut digunakan untuk memenuhi kebutuhan perekonomian rakyat Majapahit sehari-hari kemudian aktifitas .pembangunan pertanian di Majapahit diantaranya adalah kebijakan pemerintah dalam menciptakan iklim yang merangsang untuk memajukan pertanian. Faktor lain yang dapat ditunjuk yaitu kebijaksanaan pemerintah dalam menyelenggarakan prasaraana fisik dan sosial yang merupakan alat untuk mencapai tujuan pembangunan pertanian.
pertanian dimasa Majapahit diriwayatkan dalam prasasti,relief,sastra dan peninggalan arkeologi
Pengaturan musim dalam pertanian Majapahit masyarakat Majapahit umumnya menggunakan bintang tertentu dilangit diantaranya: mangsa kasa berarti daun rontoh,mangsa kara berarti tanak retak dan pengaturan musim inilah para petani Majapahit dapat mengetahui masa panen .
Pertanian di zaman kerajaan Majapahit adalah sektor penting bagi Majapahit sebagai sumber pemasukan pajak negara selain perdagangan ,karena kegiatan pertanian inilah muncul perdagangan dengan memanfaatkan jaringan kanal,sungai menjadi sarana transportasi perdagangan hingga kawasan Majapahit berkembang menjadi jalur perdagangan dunia
Kegiatan pertanian Majapahit juga mampu menghatarkan Majapahit ke puncak kejayaan ,sebab dari hasil pertanian inilah para petani dapat mengembangkan usaha tidak saja bertani,berdagang melain juga beternak,berkebun dan membuat aneka kerajianan tangan yang umumnya terbuat dari tanah liat seperti terakota,keramik,batu bata
Salah satu sumber sejarah kuno yang mengungkapkan data pertanian adalah prasasti, yang sebagian terbesar ditemukan di Jawa. Dari sumber-sumber itu diketahui bahwa penduduk Jawa mengenal dua jenis pertanian, yaitu gaga (ladang) dan sawah (sawah). Sejauh ini bukti tertua tentang petunjuk adanya kegiatan pertanian diperlihatkan oleh Prasasti Tugu (abad ke-5 Masehi) yang ditemukan di wilayah Jakarta Utara sekarang. Isinya antara lain mengatakan bahwa Raja Purnawarman dari Kerajaan Taruma memerintahkan penggalian saluran Gomati sepanjang 12 kilometer.Kemungkinan saluran Gomati dibuat untuk mengendalikan banjir, pengairan, atau pelayaran. Tak hanya itu, ditemukan juga alat-alat pertanian dari batu dan logam di daerah-daerah yang diduga menjadi wilayah kekuasaan Kerajaan Taruma. Ini tentu lebih menunjukkan bahwa saluran itu ada hubungannya dengan pertanian.Menurut penelitian para arkeolog, petunjuk yang lebih pasti tentang adanya sawah, baru dijumpai pada awal abad ke-9 Masehi di Jawa Tengah. Uniknya, kerajaan-kerajaan tertua justru terdapat di Kalimantan Timur, Sumatra Selatan, dan Jawa Barat. Mengapa pertanian lebih berkembang di Jawa Tengah, mungkin saja karena di daerah-daerah itu masih banyak terdapat tanah kosong. Undang-Undang Majapahit Meskipun prasasti lebih banyak memberitakan masalah politik, adanya sebutan pendek tentang cara bertani di ladang (gaga) dan pembangunan bendungan cukup memberi kesan bahwa pertanian sudah memperoleh perhatian besar dari kerajaan. Begitu pula adanya penetapan daerah bebas pajak berupa sawah dan kebun, sebagaimana tersimpul dari Prasasti Kamalagi (821 M) dan Prasasti Watukura I (912 M). Suatu hal yang mengherankan adalah golongan atau kelompok yang mata pencariannya sebagai petani baru dikenal pada prasasti tembaga Airkali (927 M). Kelompok petani itu dinamakan anak thani. Sejak saat itu, kelompok petani sering disinggung dalam prasasti, yakni thani, thani bala, atau tanayan thani. Selain secara samar-samar, sejumlah prasasti sering menyebut secara gamblang tentang perhatian raja kepada pertanian. Menurut Prasasti Harinjing (804 M), raja memberikan hak sima (tanah yang dilindungi) kepada para pendeta di daerah Culangi karena mereka telah berjasa membuat sebuah saluran sungai bernama Harinjing. Lain lagi menurut Prasasti Bakalan atau Wulig (933 M). Dikatakan, pada masa pemerintahan Raja Kadiri Mpu Sindok, telah dibuat bendungan untuk pengairan daerah Kapulungan, Wuatan Wulas, dan Wuatan Tamya. Pada zaman Raja Airlangga rupa-rupanya kegiatan pertanian semakin maju. Hal ini terlihat di dalam prasasti-prasasti yang dikeluarkan pada masanya. Ketika itu, banyak prasasti sering menyebut-nyebut golongan masyarakat petani di dalamnya. Bahkan di dalam Prasasti Kamalagyan (1115 M), Airlangga memerintahkan pengendalian Sungai Brantas yang selalu meluap setiap tahunnya. Agar tidak memusnahkan banyak tanah pertanian, dibangunlah bendungan Kamalagyan. Sejak itu, para petani berhasil meningkatkan produk pertanian mereka. Kegiatan pertanian mencapai puncak perkembangannya pada masa Kerajaan Majapahit. Terbukti, saat itu perhatian dari pihak penguasa terhadap pertanian sangat besar. Agar petani dapat bekerja dengan tenang dan baik, raja memberikan perlindungan kepada mereka. Pemakaian tanah juga diatur oleh undang-undang. Di dalam undang-undang Agama disebutkan “Barang siapa membakar padi di ladang, tidak pandang besar atau kecil, si pelaku harus mengembalikan lima kali lipat kepada pemiliknya. Ditambah lagi dengan denda dua laksa oleh raja yang berkuasa (Perundang-undangan Majapahit, 1967). Saluran Irigasi yang Sempurna Pada masa itu, menurut Edhie Wurjantoro (Majalah Arkeologi, 1977), bendungan-bendungan (dawuhan) untuk keperluan pengairan dibangun atas perintah Bhatara Matahun demi kesejahteraan rakyatnya. Yang banyak disebut adalah bendungan batu Kusmala untuk mengairi daerah sebelah timur Kadiri sebagaimana disebutkan Prasasti Kandangan (1350 M). Pengairan di Majapahit juga diorganisasi secara teratur. Menurut Prasasti Jiwu (1486 M), air dialirkan ke sawah-sawah melalui saluran-saluran bertanggul. Pengaturan perairan dilakukan oleh seorang panghulu banu atau hulair (pada masa sekarang ulu-ulu). Di samping itu, sejumlah prasasti menyebutkan adanya sejumlah pejabat yang tugasnya berhubungan dengan sawah atau pertanian, seperti hulu wras (mungkin semacam Bulog), pangulung padi (mungkin semacam KUD), dan ambekel tuwuh (pejabat yang mengurusi hasil bumi). Ketika melakukan ekskavasi di situs Trowulan, yakni bekas ibu kota Kerajaan Majapahit, H. Maclaine Point berhasil menemukan sejumlah bendungan yang ternyata mempunyai saluran-saluran irigasi yang sempurna. Tak pelak, sektor pertanian menjadi unggulan sehingga rakyat Majapahit menjadi makmur. Banjir atau pengendalian air pun benar-benar diperhatikan. Sementara menurut para musafir Tiongkok yang dibukukan dalam Kitab Sejarah Para Dinasti, hasil pertanian merupakan barang dagangan yang penting dari Jawa. Beras, gula, minyak kelapa, kapas, pinang, bawang, buah-buahan, mengkudu, dan daun sirih sering diperdagangkan antarpulau dan diekspor. Banyak kerajaan kuno di Indonesia menjadi besar karena memerhatikan produk pertanian. Salah satunya adalah Majapahit yang dianggap sebagai kerajaan bercorak agraris terbesar di Indonesia.
Kegiatan pertanian mendapat perhatian besar dari penguasa Majapahit dengan memberi perlindungan para petani terutama soal pemakaian tanah selanjutnya sebagaimana dilansir Priya Purnama dalam Kompasiana tertanggal 25 Juni 2015 penguasa Majapahit juga membangun sarana pertanian untuk pengairan . Sistem pengairan atau irigrasi memang luar biasa tertata dan terorganisir dengan baik menurut Edhie wurjantoro dalam Majalah Arkeologi tahun 1977 penguasa Majapahit membuat bendungan atau dawuhan untuk keperluan pengairan terkenal dengan bendungan batu kusmala sebagaimana dilansir prasasasti Kandangan.
Sistem pengairan masa Majapahit menurut prasasti Jiwu 1486 panghulu banu kemudian dibentuk pejabat yang mengatur pertanian mulai wanua,hulu waras,pangulung padi ,penguasa Majapahit menerapkan bebas pajak berupa sawah,kebun sebagaimana dilansir prasasti Kamalagi tahun 821 M dan Watukura tahun 912 M dan lainnya ,selain membuat prasasti tentang pertanian penguasa majapahit juga menetapkan daerah perdikan dampaknya kesejahteraan petani masa itu merata .
Pada pertemuan agung dihadap oleh segenap aparat pemerintahan, tidak kurang dari penguasa Majapahit sendiri sebagaimqna dilansir Ephyraphycorner.blogspot.comtertanggal 26 Febuary 2014 menganjurkan kepada seluruh rakyat untuk selalu memperhatikan kesuburan sawah, pentingnya memelihara jalan dan jembatan serta berbagai macam tanaman. Dianjurkan pula agar aparat pemerintah mengambil langkah-langkah untuk menghalangi tuan-tuan tanah yang rakus. Sebab jika itu dibiarkan, maka penduduk desa yang tidak bertanah akan meninggalkan desa dan akan menjadi penjaha
Anjuran penguasa terhadap aparat pemerintahan yang sekaligus berkenaan untuk rakyat kebanyakan tentang pentingnya sektor persawahan
jelas merupakan perangsang yang sangat berguna untuk lebih meningkatkan produksi pertanian. Disamping itu, pemerintah Majapahit sebagaimana dilansir Ephyraphycorner.blogspot.com
menciptakan pula kebijaksanaan khusus melalui perundang-undangan. Ditekankan oleh pemerintah agar kaum Waisya harus pandai menyebar benih, maupun penguasaan pembedaan antara tanah yang subur dan gersang, sekaligus mempergunakan timbangan dan cara menyimpan barang serta pengaturan jual-beli. Gambaran mengenai seperangkat kemampuan yang ditekankan perlu dimiliki oleh masyarakat petani ini tersirat dalam kitab undang-undang Kutara Manawa
ketrampilan petani dalam bercocok tanam adalah suatu proses yang tidak banyak berbeda dengan cara kerja petani zaman sekarang. Gambaran proses bercocok tanam petani Majapahit terekam dalam sebagaimana dilansir Ephyriphycorner.blogspot.com Kakawin . 22:5 (Supomo,1977:57-59). Bahkan dalam Kakawin Sutasoma 98:3-4 diperoleh keterangan cara pemeliharaan tanaman padi yang mirip sekarang ini, yaitu dengan cara menyiangi
Pertanian di zaman kerajaan Majapahit memang berkembang pesat penguasa Majapahit tidak hanya mendirikan sistem pengairan berbentuk bendungan melainkan juga membangun jaringan kanal,waduk,kolam air yang dimanfaatkan irigrasi,pengendali banjir sekaligus sarana tranportasi air. lahan sawah dapat ditingkatkan produktivitasnya semaksimal mungkin dengan cara teknik bercocok tanam yang benar dan terarah, disamping pengadaaan sarana irigasi. Gambaran tersebut terdapat dalam kitab Nagarakertagama juga pada relief pada berbagai candi. Sketsa relief di Museum trowulan misalnya, mampu menyiratkan kemahiran bersawah masyarakat pendukungnya. Relief ini secara tegas menyiratkan teknik menanam padi secara berbaris. Sementara itu, aktivits membajak dapat diketahui melalui relief cerita binatang di kolam Candi Panataran. Sedangkan mengenai peralatan pertanian, tampaknya tidak jauh berbeda dari yang dipergunakan oleh petani jaman sekarang sebagaimana tercermin pada relief Candi .jelas merupakan perangsang yang sangat berguna untuk lebih meningkatkan produksi pertanian. Disamping itu, pemerintah Majapahit sebagaimana dilansir Ephyraphycorner.blogspot.com
menciptakan pula kebijaksanaan khusus melalui perundang-undangan. Ditekankan oleh pemerintah agar kaum Waisya harus pandai menyebar benih, maupun penguasaan pembedaan antara tanah yang subur dan gersang, sekaligus mempergunakan timbangan dan cara menyimpan barang serta pengaturan jual-beli. Gambaran mengenai seperangkat kemampuan yang ditekankan perlu dimiliki oleh masyarakat petani ini tersirat dalam kitab undang-undang Kutara Manawa
ketrampilan petani dalam bercocok tanam adalah suatu proses yang tidak banyak berbeda dengan cara kerja petani zaman sekarang. Gambaran proses bercocok tanam petani Majapahit terekam dalam sebagaimana dilansir Ephyriphycorner.blogspot.com Kakawin . 22:5 (Supomo,1977:57-59). Bahkan dalam Kakawin Sutasoma 98:3-4 diperoleh keterangan cara pemeliharaan tanaman padi yang mirip sekarang ini, yaitu dengan cara menyiangi
Sumber pangan yang menjadi prioritas utama dalam pembangunan pertanian Majapahit adalah beras. Hasil panen dua kali dalam setahun di persawahan Majapahit abad ke-14-ke-15 M adalah bukti tingginya produktivitas pertanian masa itu. Sebagai akibat dari produktivitas pertanian yang tinggi, maka dengan sendirinya Majapahit sanggup menarik kedatangan para pedagang dari berbagai kawasan yang diantaranya Jambudwipa, Kamboja, Cina, Yamana, Campa, Karnata, Goda dan Siam.
Usaha lain pemerintah Majapahit dalam meningkatkan produksi pertanian yaitu dengan memperluas lahan pertanian itu sendiri. Dalam perluasan lahan sawah seperti terangkum dalam Negarakertagama tidak kurang dari Raja Hayam Wuruk dan Wengker sendiri memerintahkan kepada rakyat untuk membuka hutan di Wotsari, Sagala, Surabhana, Pasuruan dan Pajang. Dengan pembukaan hutan, masyarakat desa yang tadinya tidak memeiliki lahan akan memiliki lahan baru. Perintah raja yang berkenaan dengan pembukaan hutan tercermin dalam Negarakertagama, maka mengenai hutan yang telah dibudidayakan menjadi lahan persawahan yang subur dengan gemericik air sungai yang dialirkan dengan saluran dari batang bambu, dapat dijumpai dalam Kakawin Siwaratrikalpa dari pertengahan abad ke-15 M (Dalam bidang peternakan dapat diperhatian pengembangannya dari pemerintah, sebagaimana terdapat pada prasasti Sidote
Usaha memaparkan teknologi pertanian itu sendiri, tidak dapat dilepaskan dari jaringan irigasi yang mendukung persawahan. Data prasasti memberikan gambaran tentang beragamnya irigasi yang dibangun masa pemerintahan Majapahit, yaitu:dawuhan, wwatan, tambak,tamang, tamya, talang, weluran,arung, tembuku dan subaki. Dalam penelitiannya Maclaine Pont berhasil mengidentifikasi tidak kurang dari 20 buah waduk, 6 waduk berada di Trowulan. Disamping bangunan air di Trowulan masih terdapat tiga buah kolam buatan (Segaran, Balong Bunder, dan Balong Dowo), serta kanal-kanal bertanggul. Bahkan diduga di Trowulan masih terdapat saluran-saluran air kecil untuk mengairi sawah yang semua itu merupakan bagian dari sistem jaringan di daerah tersebut.
Kemajuan teknologi masa Majapahit tak luput dari proses penerapan teknologi masa sebelumnya. Seperti yang terdapat pada Prasasti Kandangan (1350 M) berisi tentang perbaikan waduk dari hasil pembangunan masa sebelumnya (804 M), sebagaimana tercatat dalam prasasti Harinjing. Demikian pula pembangunan waduk sebagaimana tersurat dalam prasasti Bakalam (924 M), masih terus dilanjutkan bahkan diperluas jaringan-jaringan keairannya pada masa Majapahit. Hal yang sama juga dijumpai pada prasasti Trailokyapura 1486 M
Sistem pengairan dimasa Majapahit memang luarbiasa mampu meningkatkan pertanian hingga Majapahit mencapai puncak kejayaan membuat Majapahit menjelma menjadi kerajaan agraris dengan hasil pertanian padi,gandum,kapas, kacang-kacangan,pinang,daun sirih,labu kemudian pengolahan pertanian ada dalam prasasti smgan tambahan dan kitab arjunawiwaha. Hasil pertanian diekspor ,dijual ke pedagang asing dan hasil pertanian tersebut digunakan untuk memenuhi kebutuhan perekonomian rakyat Majapahit sehari-hari kemudian aktifitas .pembangunan pertanian di Majapahit diantaranya adalah kebijakan pemerintah dalam menciptakan iklim yang merangsang untuk memajukan pertanian. Faktor lain yang dapat ditunjuk yaitu kebijaksanaan pemerintah dalam menyelenggarakan prasaraana fisik dan sosial yang merupakan alat untuk mencapai tujuan pembangunan pertanian.
Konsep masyarakat hidrolik tersebut, menunjukkan suatu fakta, bahwa justru di daerah inti Majapahit telah dibangun suatu sistem irigasi yang kompleks dan luas yang pada gilirannya menjadi pusat peradaban. Bahkan kalau kita mengamati data prasasti, maka sudah cukup jelas, masalah irigasi banyak menyibukan penguasa maupun masyarakat petani sendiri. Strategi padat teknologi inilah yang mengantarkan keberhasilan pembangunan pertanian zaman Majapahit. Produktivitas meningkat dan terjadi surplus.
pertanian dimasa Majapahit diriwayatkan dalam prasasti,relief,sastra dan peninggalan arkeologi
Pengaturan musim dalam pertanian Majapahit masyarakat Majapahit umumnya menggunakan bintang tertentu dilangit diantaranya: mangsa kasa berarti daun rontoh,mangsa kara berarti tanak retak dan pengaturan musim inilah para petani Majapahit dapat mengetahui masa panen .
Pertanian di zaman kerajaan Majapahit adalah sektor penting bagi Majapahit sebagai sumber pemasukan pajak negara selain perdagangan ,karena kegiatan pertanian inilah muncul perdagangan dengan memanfaatkan jaringan kanal,sungai menjadi sarana transportasi perdagangan hingga kawasan Majapahit berkembang menjadi jalur perdagangan dunia
Kegiatan pertanian Majapahit juga mampu menghatarkan Majapahit ke puncak kejayaan ,sebab dari hasil pertanian inilah para petani dapat mengembangkan usaha tidak saja bertani,berdagang melain juga beternak,berkebun dan membuat aneka kerajianan tangan yang umumnya terbuat dari tanah liat seperti terakota,keramik,batu bata
Belum ada Komentar untuk "Potret Pertanian Kerajaan Majapahit"
Posting Komentar